Rabu, 06 Mei 2020

Lahirnya Sanghyang Nurcahya

Gadis Rantau
 Apa yang dituliskan adalah apa yang pernah dibaca dan dipelajari dari beberapa referensi  Lahirnya Sanghyang NurcahyaKisah Wayang. Apa yang dituliskan adalah apa yang pernah dibaca dan dipelajari dari beberapa referensi cerita wayang yang dikutip dari sumber karya sastra para pujangga, khususnya pujangga Jawa. Mohon jangan disalah artikan secara negatif. Sedikitpun tidak ada maksud untuk menyinggung atau melecehkan kepercayaan, keyakinan dan agama manapun. Mohon dipahami dengan fikiran terbuka agar kita mendapat poin-poin positif dari pen-ceritaan kisah ini.


Kisah ini berawal pada Nabi Adam As yang memiliki anak 40 pasang kembar dampit. Diceritakan bahwa Nabi Adam hendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan cara silang. Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing. Alasannya sudah merupakan ketentuan takdir dijodohkan sejak dalam kandungan. Mereka saling berebut dan mengaku siapa yang lebih berhak untuk menentukan perjodohan diantara anak-anak mereka, maka mereka pun ingin membuktikan benih siapa sebenarnya yang lebih mempunyai peran atas terbentuknya janin. Dari mereka lalu kemudian sama-sama mengeluarkan rahsa "dayaning urip" (daya hidup).

Rahsa tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan sama-sama dipanjatkan doa. Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa. Atas kemurahan kodrat dan iradat Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah (kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga dapat hidup sempurna. Adam mendapatkan bisikan dari Allah agar bayi tersebut dinamakan Syits (pemberian Allah). Nabi Adam memanjatkan syukur kepada Allah dan menjalankan bisikan gaib tersebut. Saat Nabi Adam mengambil bayi dari dalam cupu dan menggendongnya, tiba-tiba datang badai (angin kencang) yang akhirnya menerbangkan cupu tempat bayi hingga jatuh ke tengah Samudera. Suatu saat cupu itu diambil oleh Ijazil (Iblis).

Nabi Syits yang telah menjadi dewasa, lalu mendapatkan jodoh dari Allah berupa bidadari bernama Dewi Mulat. Ijazil (Iblis) yang telah mengetahui sebelumnya bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam akan sangat dikasihi Allah, Maka Ijazil (Iblis) memohon kepada Allah agar dirinya diberikan kebebasan dalam menggoda anak cucu Adam untuk dijadikan sekutunya saat hari pembalasan kelak. Ijazil (Iblis) memohon supaya keturunannya bisa disatukan dengan keturunan Adam dengan maksud agar dirinya lebih mudah mempengaruhi keturunan Adam yang tidak memiliki ketaqwaan terhadap agama Allah. Do'a Ijazil (Iblis) dikabulkan, kemudian anaknya yang bernama Dlajah, dicipta/dibuat mirip dengan Dewi Mulat untuk menggantikan istri Nabi Syits tersebut. Dan Dewi Mulat untuk sementara waktu disembunyikan secara ghaib. Setelah beberapa waktu pertukaran yang dilakukan secara licik oleh Ijazil (Iblis), dan lalu mengetahui nutfah Nabi Syits telah jatuh di telanakan (rahim) Dlajah, maka cepat-cepat Ijazil (Iblis) mengambil dan membawa pulang kembali Dlajah, dan Dewi Mulat pun dimunculkan kembali.

Tepat pada waktu julungwangi atau saat matahari terbit, Dewi Mulat melahirkan anak kembar, hanya saja yang satu berwujud bayi laki-laki (manusia) dan yang satunya berwujud Cahya (Nur). Selang waktu yang hampir bersamaan, tepatnya pada waktu julungpujut atau saat matahari tenggelam, Dlajah juga melahirkan anak. Namun yang dilahirkan oleh Dlajah adalah Asrar (daya hidup yang memancarkan cahaya), berkilauan laksana embun pagi. Selanjutnya Asrar tersebut dibawa Ijazil (Iblis) ke Kusniyamalebari secara sembunyi-sembunyi dan dipersatukan dengan anak Nabi Syits dan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur). Secara ajaib berubah menjadi laksana bayi laki-laki yang masih diliputi cahaya dan tidak dapat dipegang, kemudian Ijazil (Iblis) meninggalkannya. Nabi Adam memberi nama kepada anak-anak Nabi Siyts dan Dewi Mulat. Anak laki-laki yang berwujud manusia diberi nama Anwas (Nasa), sedangkan anak yang berwujud bayi laki-laki yang diliputi cahaya (persatuan antara anak Dewi Mulat dan anak Dlajah dalam wujud cahaya) diberi nama Anwar.

Sayid Anwas sangat tekun beribadah kepada Allah SWT, kelak suatu saat ia akan menurunkan para nabi hingga akhir zaman. Sedang Sayid Anwar sangat gemar berkelana dan menyepi diri hingga suatu saat ia bertemu dengan Ijazil (Iblis) dan berguru kepadanya. Sayid Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian dari Ijazil (Iblis). Ia bisa berubah sebagai laki-laki atau perempuan (mencala putra - mencala putri), ia pun bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa di-indera). Juga bisa terbang ke angkasa, masuk ke dalam perut bumi dan bernafas di dasar samudra. Ketika Sayid Anwar pulang dan bertemu Nabi Adam, maka kakeknya melihat perubahan pada perilaku cucunya itu. Nabi Adam paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Ijazil (Iblis), dan berkata kepada Nabi Syits, bahwa kelak Sayid Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek dan ayahnya.

Sayid Anwar adalah cikal bakal para Dewa atau Hyang. Ijazil (Iblis) memohon kembali kepada Allah Sang Maha Pencipta agar Sayid Anwar diperkenankan berumur panjang hingga akhir zaman. Permohonan Ijazil (Iblis) dikabulkan. Sayid Anwar lalu meminum dan mandi Maolkayat atau Tirta Kamandalu, yaitu "air kehidupan" yang berasal dari intisari awan mendung yang telah dicurahkan dari atas langit. Oleh Ijazil (Iblis) Tirta Kamandalu itu ditampung kedalam cupumanik Astagina (milik Nabi Adam dahulu yang terhempas badai), agar Tirta Kamandalu tidak pernah habis secara ajaib di dalam Cupumanik Astagina. Ijazil (Iblis) menganugerahkan cupu tersebut kepada Sayid Anwar.

Dan atas kodrat Allah, Sayid Anwar dipertemukan dengan pohon Rewan (Pohon Kehidupan, Lata Maosadi, Kalpataru, Oyod Mimang) yang sedang ngarang, gugur daun-daunnya. Akar pohon ini menjadi tanda dari kehidupan alam, dimana seluruh isi jagad raya yang mati sebelum takdirnya bila diatasnya diletakkan akar pohon ini akan hidup kembali. Sayid Anwar kemudian mengambil akar pohon tersebut dan kemudian menjadi salah satu pusaka para dewa. Oleh Ijazil (Iblis), Sayid Anwar mendapatkan sesotya (mutiara mustika, bola kristal) Retna Dumilah yang atas ijin Allah, sesotya tersebut bisa untuk memandang seluruh isi jagad raya dan mengetahui/membuat "tiruan" (prototype) surga dan neraka.

Kemudian Sayid Anwar diberi pelajaran berbagai ilmu pengetahuan dan kesaktian oleh Ijazil (Iblis). Diantaranya : ilmu pangiwa, ilmu patraping panitisan (ilmu menitis, reinkarnasi), ilmu manjing suruping pejah (sasahidan, semadi hingga mencapai mati sajroning urip) dan ilmu cakra panggilingan (ilmu menguasai perjalanan waktu, termasuk ilmu jangka atau ngerti sadurunge winarah atau mengetahui tabda-tanda kejadian yang akan datang).

Setelah menerima dan menguasai semua ilmu pengetahuan dan kesaktian, Sayid Anwar ingin kembali berkelana, ia sudah enggan kembali pulang ke keluarganya, kakek-neneknya, ayah ibunya, dan saudara-saudaranya. Ia merasa tidak bisa hidup berdampingan dengan mereka. Maka, Ijazil (Iblis) menyarankan untuk tinggal di Jazirat Ngariyat (Pulau Malwadewa). Di tempat itu Sayid Anwar disuruh bertapa di puncak gunung dengan cara mengikuti perjalanan matahari. Kalau matahari terbit dia menghadap ke timur, kalau matahari di tengah dia menengadah, dan kalau matahari sudah di barat dia menghadap ke barat. Setelah tujuh tahun bertapa, atas kehendak Allah juga, Sayid Anwar hilang dimensi kemanusiaannya menjadi badan rohani di alam Adam-Makdum (alam ada tiada, sonyaruri atau awang-uwung, suwung). Bumi-langit tiada terlihat, tiada matahari tiada bulan tiada bintang, tiada malam dan siang, tiada arah kiblat, tiada ruang dan waktu. Semua menjadi tiada, yang ada tinggal rengkuhan (liputan) cahaya, hingga segala kehendaknya mendapat restu dari Allah Sang Maha Pencipta.

Alkisah cahaya yang memancar dari Sayid Anwar dilihat oleh Prabu Nurhadi (Sang Hyang Malhadewa) putra Prabu Rawangin (Sang Hyang Hartahetu). Prabu Nurhadi (Sang Hyang Malhadewa) adalah keturunan Jan-Banujan (nenek moyang jin). Prabu Nurhadi paham bahwa cahaya yang memancar itu bukanlah cahaya matahari, bukan cahaya bulan dan bukan cahaya bintang, itu cahaya keturunan Adam.
Kemudian cahaya tersebut didekati dan berusaha untuk menangkapnya. Namun Prabu Nurhadi tidak bisa menangkap cahaya tersebut. Cahaya yang tidak lain adalah Sayid Anwar itu mengaku sebagai Kang Murbeng Alam. Prabu Nurhadi membantah dan terjadi adu ilmu kesaktian. Prabu Nurhadi kalah dan selanjutnya tunduk takluk dan menyembah kepada Sayid Anwar. Kemudian Prabu Nurhadi mengajak Sayid Anwar ke kahyangannya dan dijadikan raja. Setelah menjadi raja diantara bangsa jin di pulau Malwadewa, Sayid Anwar menggelarkan dirinya sebagai Sang Hyang Nurcahya (perpaduan cahaya). Selanjutnya Putri Prabu Nurhadi yang bernama Dewi Nurrini (Dewi Mahamuni) diserahkan dan dijadikan permaisuri Sang Hyang Nurcahya.Sang Hyang Nurcahya mendapatkan keturunan dari Dewi Nurrini (Dewi Mahamuni) berwujud Asrar (rahsa daya hidup, plasma, tan wujud) yang bercahaya sangat terang benderang menyilaukan dan menerangi kegelapan. Asrar (tan wujud) itu kemudian disiram dengan air kehidupan menjadi wujud. Oleh Sang Hyang Nurcahya diberi nama : Sang Hyang Nurrasa.