Era demokrasi terpimpin di bawah pemimpinan Presiden Soekarno mendapat tamparan yang keras ketika terjadi peristiwa 30 September 1965, yang didalangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Pemberontakan PKI itu membawa akibat yang teramat fatal bagi partai itu sendiri, yakni dibubarkannya PKI dengan seluruh organisasi di bawah naungannya, & dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
Demikian juga dengan Presiden Soekarno yang berkedudukan sebagai Pemimpin Besar Revolusi & Panglima Angkatan Perang Indonesia. Secara pasti, sedikit demi sedikit kekuasaannya berkurang, bahkan lengser dari jabatannya sebagai presiden. Hal itu terjadi dengan dikeluarkannya Pengumuman Penyerahan Kekuasaan Pemerintah kepada Jenderal Soeharto sebagai Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 pada tanggal 20 Februari 1967.
Perpindahan kekuasaan ini, dikukuhkan oleh MPRS dalam sidang istimewa pada 7 Maret 1967 yang dituangkan dalam Tap. MPR No. XXXIII/MPRS/1967, yakni Mencabut Kekuasaan Pemerintah dari Presiden Soekarno, & mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga dilaksanakannya pemilu.
Era baru dalam pemerintahan, dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yakni antara tahun 1966-1968, saat Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia.
Era itu kemudian dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru adalah untuk melaksanakan Pancasila & UUD NRI Tahun 1945 secara murni & konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Dengan visi ini, Orde baru memberikan secerah harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis.
Harapan rakyat tersebut, tentu saja ada dasarnya. Presiden Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang rakyat sebagai seorang yang mampu mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan. Hal ini dikarenakan beliau berhasil membubarkan PKI, yang saat itu dijadikan musuh utama negeri ini.
Selain itu, beliau juga berhasil menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri pasca pemberontakan PKI dalam waktu yang relatif singkat. Itulah beberapa alasan yang menjadi dasar kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Pada masa pemerintahan Orde baru, pembangunan nasional bisa dilaksanakan secara bertahap & berkesinambungan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) & Program Pembangunan yang tertuang di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal itu menjadikan pembangunan nasional tumbuh dengan pesat di segala bidang kehidupan bermasyarakat.
Pada masa ini juga Lembaga Kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga negara lainnya, baik yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, & MA) maupun yang bersifat infrastuktur (LSM, partai politik, dll).
Pada masa ini pula kebebasan berpolitik dibatasi dengan jumlah partai politik yang terbatas pada tiga partai saja, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), & Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Dibatasinya kebebasan pers & kebebasan berpendapat, terbukti dengan banyaknya kasus dibredelnya beberapa surat kabar atau majalah hingga dicabut surat izin penerbitannya dengan alasan telah memberitakan peristiwa yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah.
Beberapa aktivis politik yang menyuarakan aspirasinya dalam mengkritik kebijakan pemerintah, beberapa lama kemudian diberitakan hilang atau ditangkap. Munculnya beberapa peristiwa pelanggaran hak asasi manusia, seperti kasus Tanjung Priok, Kasus Marsinah, kasus wartawan Udin dari Harian Bernas Yogyakarta, dll.
Dari uraian di atas dapat digambarkan bahwa perwujudan nilai-nilai Pancasila secara murni & konsekuen dalam kehidupan bernegara selalu mengalami pasang surut. Dalam pemerintahan Orde baru, juga terdapat kelebihan & kelemahannya terhadap penerapan Pancasila maupun UUD NRI Tahun 1945.
Presiden Soeharto |
Perpindahan kekuasaan ini, dikukuhkan oleh MPRS dalam sidang istimewa pada 7 Maret 1967 yang dituangkan dalam Tap. MPR No. XXXIII/MPRS/1967, yakni Mencabut Kekuasaan Pemerintah dari Presiden Soekarno, & mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga dilaksanakannya pemilu.
Era baru dalam pemerintahan, dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yakni antara tahun 1966-1968, saat Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia.
Era itu kemudian dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru adalah untuk melaksanakan Pancasila & UUD NRI Tahun 1945 secara murni & konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Dengan visi ini, Orde baru memberikan secerah harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis.
Harapan rakyat tersebut, tentu saja ada dasarnya. Presiden Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang rakyat sebagai seorang yang mampu mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan. Hal ini dikarenakan beliau berhasil membubarkan PKI, yang saat itu dijadikan musuh utama negeri ini.
Selain itu, beliau juga berhasil menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri pasca pemberontakan PKI dalam waktu yang relatif singkat. Itulah beberapa alasan yang menjadi dasar kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Pada masa pemerintahan Orde baru, pembangunan nasional bisa dilaksanakan secara bertahap & berkesinambungan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) & Program Pembangunan yang tertuang di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal itu menjadikan pembangunan nasional tumbuh dengan pesat di segala bidang kehidupan bermasyarakat.
Pada masa ini juga Lembaga Kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga negara lainnya, baik yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, & MA) maupun yang bersifat infrastuktur (LSM, partai politik, dll).
Pada masa ini pula kebebasan berpolitik dibatasi dengan jumlah partai politik yang terbatas pada tiga partai saja, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), & Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Dibatasinya kebebasan pers & kebebasan berpendapat, terbukti dengan banyaknya kasus dibredelnya beberapa surat kabar atau majalah hingga dicabut surat izin penerbitannya dengan alasan telah memberitakan peristiwa yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah.
Beberapa aktivis politik yang menyuarakan aspirasinya dalam mengkritik kebijakan pemerintah, beberapa lama kemudian diberitakan hilang atau ditangkap. Munculnya beberapa peristiwa pelanggaran hak asasi manusia, seperti kasus Tanjung Priok, Kasus Marsinah, kasus wartawan Udin dari Harian Bernas Yogyakarta, dll.
Dari uraian di atas dapat digambarkan bahwa perwujudan nilai-nilai Pancasila secara murni & konsekuen dalam kehidupan bernegara selalu mengalami pasang surut. Dalam pemerintahan Orde baru, juga terdapat kelebihan & kelemahannya terhadap penerapan Pancasila maupun UUD NRI Tahun 1945.