DOLANAN ANAK SEBAGAI MEDIA KEBUDAYAAN SOSIAL
Oleh Suwardi Lubis
Perkembangan teknologi ternyata telah menghadapkan kita pada persoalanpersoalan yang cukup rumit terutama menyangkut akibat terhadap jiwa anak-aak yang masih sangat rentan terhadap ragam budaya asing yang belum tentu selaras dengan nilai budaya kita1. Permainan tradisional yang dulu sering kita jumpai di setiap sudut kampung kini tak ada lagi. Sebagai gantinya anak-anak dimanjakan dengan permainan modern.Inilah benih guyup rukun yang akan tumbuh di masyarakat. Saat ini dolanan anak sudah mulai menghilang 2.
Dolanan anak atau permainan anak-anak tradisional sarat dengan tuntunan budi pekerti, kebersamaan, kearifan, dan komunikasi sosial, serta mengandung unsur olah raga, semua itu kini sudah mulai menghilang(Diknas, 1981/1982). Lebih lanjut Larasati (1997) mengungkapkan perlunya menghidupkan kembali dolanan bocah yang nyaris ditelan kemajuan teknologi, sebagaimana tampak dalam rangkaian peringatan tumbukyuswa atau tingalandalem atau ulang tahun ke-56KGPAA Mangkunegara IX, permainan anak atau dolanan dipergelarkan. Penelitian yang mengkaji secara dalam dan mendetail berkait dengan dolanan anak sangat penting dilakukan. Dunia anak adalah dunia masa depan penentu sejarah bangsa. Anak memiliki posisi strategis sebagai pewaris dan penerus nilai-nilai budaya 3(Danandjaya, 1987).Yaitu, nilai-nilai budaya yang mengarahkan anak-anak kepada perilaku sopan santun, hormat, dan berbakti kepada orang tua, serta menghormati keberadaan orang lain. Metode belajar sambil bermain dalam wujud dolanan anak sebenarnya merupakan wahana tumbuh kembang yang sangat efektif untuk menanamkan nilai-nilai budaya.
A. Pengertia Dolanan Anak
Dolanan Anak berasal dari Bahasa Jawa yakni dari kata “Dolan”yaitu bermain - main. Dalam hal ini , kata Dolan yang dimaksudkan adalah dolan yang artinya main, yang mendapat akhiran –an, sehingga menjadi dolanan. Kata dolanan sebagai kata kerja yaitu ‘bermain’, sebagai kata benda yaitu’permainan’,dan atau ‘mainan’.4
Dolanan anak sering disebut sebagai Permainan tradisonal yang merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan. Aktivitas permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa.
Permaianan digunakan sebagai istilah luas yang mencakup jangkauan kegiatan dan prilaku yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia anak. Menurut Pellegrini dalam Naville Bennet bahwa permainan didefinisikan menurut tiga matra sebagai berikut: (1) Permainan sebagai kecendrungan, (2) Permainan sebagai konteks, dan (3) Permainan sebagai prilaku yang dapat diamati.
Menurut Mulyadi bermain secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain; (1) sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak (2) tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik (3) bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak, dan (4) memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial.
Oleh karena itu, bahwa permainan tradisional disini adalah permainan anak-anak dari bahan sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat. Permainan tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah kegiatan rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial.
Dengan demikian bermain suatu kebutuhan bagi anak. Jadi bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional. Menurut Bennet dengan ini diharapkan bahwa permainan dalam penddikan untuk anak usia dini ataupun anak sekolah terdapat pandangan yang jelas tentang kualitas belajar, hal ini diindikasikan sebagai berikut: (1) gagasan dan minat anak merupakan sesuatu yang utama dalam permainan, (2) permainan menyediakan kondisi yang ideal untuk mempelajari dan meningkatkan mutu pembelajaran, (3) rasa memiliki merupakan hal yang pokok bagi pembelajaran yang diperoleh melalui permainan, (4) anak akan mempelajarai cara belajar dengan permainan serta cara mengingat pelajaran dengan baik, (5) pembelajaran dengan permainan terjadi dengan gampang, tanpa ketakutan, (6) permainan mumudahkan para guru untuk mengamti pembelajaran yang sesungguhnya dan siswa akan mengalami berkurangnya frustasi belajar.
Permainan tradisional menurut James Danandjaja (1987) adalah salah satu bentuk yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Sifat atau cirri dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan darimana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan adang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama. Jika dilihat dariakar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan.
Menurut Atik Soepandi, Skar dkk. (1985-1986), permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional adalah segala sesuatu yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariska secara turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.
Permainan tradisional ini bisa dikategorikan dalam tiga golongan, yaitu : permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat edukatif. Permainan tradisional yang bersifat rekreatif pada umumnya dilakukan untuk mengisi waktu luang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki ciri-ciri : terorganisir, bersifat kompetitif, diainkan oleh paling sedikit 2 orang, mempunyai criteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah, serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Sedangkan perainan tradisional yag bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur pendidikan di dalamnya. Melalui permainan seperti ini anak-anak diperkenalkan dengan berbagai macam ketrampilan dan kecakapan yang nantinya akan mereka perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat. Berbagai jenis dan bentuk permainan pasti terkandung unsur pendidikannya. Inilah salah satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal di dalam masyarakat. Permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak agar mereka dapat menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok sosialnya.
B. Jenis-jenis Permainan Tradisional
Banyak sekali macam-macam permainan tradisional di Indonesia, hampir di seluruh daerah-daerah telah mengenalnya bahkan pernah mengalami masa-masa bermain permainan tradisional ketika kecil. Permainan tradisional perlu dikembangkan lagi karena mengandung banyak unsur manfaat dan persiapan bagi anak dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Beberapa contoh permainan tradisional akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut :
1. Galasin
Galah asin atau galasin yang juga sibeut gobak sodor adalah sejenis permainan daerah asli dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan.
Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segi empat dengan ukuran 9 x 4 m yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur. Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu anggota grup yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.
2. Congklak
Congklak adalah suatu jenis permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan.
Di malaysia permainan ini juga lebih dikenal dengan nama congklak dan istilah ini juga dikenal di beberapa daerah di Sumatera dengan kebudayaan melayu. Di jawa, permainan ini lebih dikenal dengan nama dakon. Selain itu di lampung permainan ini lebih dikenal dengan nama dentuman lamban sedangkan di Sulawesi permainan ini lebih dikenal dengan nama mokaotan, maggaleceng, aggalacang dan nogarata. Dalam bahasa Inggris, permainan ini disebut mancala.
3. Petak Umpet
Permainan ini bisa dimainkan oleh minimal 2 orang, namun jika semakin banyak yang bermain maka akan menjadi semakin seru. Cara bermain cukup mudah, dimulai dengan hompimpa untuk menentukan siapa yang menjadi "kucing" (berperan sebagai pencari teman-temannya yang bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 10, biasanya dia menghadap tembok, pohon atau apa saja supaya dia tidak melihat teman-temannya bergerak untuk bersembunyi (tempat jaga ini memiliki sebutan yang berbeda di setiap daerah, contohnya di beberapa daerah di jakarta ada yang menyebutnya inglo, di daerah lain menyebutnya bon dan ada juga yang menamai tempat itu hong). Setelah hitungan sepuluh (atau hitungan yang telah disepakati bersama, misalnya jika wilayahnya terbuka, hitungan biasanya ditambah menjadi 15 atau 20) dan setelah teman-temannya bersembunyi, mulailah si "kucing" beraksi mencari teman-temannya tersebut.
4. Gasing
Gasing adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkeseimbangan pada suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih bisa dikenali. Selain merupakan mainan anak-anak dan orang dewasa, gasing juga digunakan untuk berjudi dan ramalan nasib.
Sebagian besar gasing dibuat dari kayu, walaupun sering dibuat dari plastik, atau bahan-bahan lain. Kayu diukir dan dibentuk hingga menjadi bagian badan gasing. Tali gasing umumnya dibuat dari nilon, sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit pohon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang memainkan.
Gerakan gasing berdasarkan efek giroskopik. Gasing biasanya berputar terhuyung-huyung untuk beberapa saat hingga interaksi bagian kaki (paksi) dengan permukaan tanah membuatnya tegak. Setelah gasing berputar tegak untuk sementara waktu, momentum sudut dan efek giroskopik berkurang sedikit demi sedikit hingga akhirnya bagian badan terjatuh secara kasar ke permukaan tanah.
5. Kelereng
Kelereng (atau dalam bahasa jawa disebut nèkeran) adalah mainan kecil berbentuk bulat yang terbuat dari kaca, tanah liat, atau agate. Ukuran kelereng sangat bermacam-macam. Umumnya ½ inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung. Kelereng dapat dimainkan sebagai permainan anak, dan kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang estetik.
6. Egrang
Egrang atau jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang berjalan adalah egrang yang diperlengkapi dengan tangga sebagai tempat berdiri, atau tali pengikat untuk diikatkan ke kaki, untuk tujuan berjalan selama naik di atas ketinggian normal. Di dataran banjir maupun pantai atau tanah labil, bangunan sering dibuat di atas jangkungan untuk melindungi agar tidak rusak oleh air, gelombang, atau tanah yang bergeser. Jangkungan telah dibuat selama ratusan tahun.
- Kondisi Dolanan Anak Saat ini
Kondisi dolanan anak di saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain minat anak-anak terhadap dolanan anak tradisional semakin berkurang karena adanya perkembangan tekhnologi yang membawa konsekwensi terhadap munculnya permainan baru dalam beraneka bentuk barang elektronik5. Selain faktor tersebut, faktor yang menyebabkan tersingkirnya dolanan anak tradisional adalah faktor transfer budaya yang hampir tidak berjalan. Hal tersebut terjadi karena terputusnya proses pewarisan dolanan anak tradisional dari orang tua kepada anaknya. Perkembangan kota – kota kecil menuju kota metropolitan memberikan dampak terhadap semakin terbatasnya wahana atau tempat bermain untuk anak-anak. Sanggar dolanan anak diperlukan sebagai sarana untuk mewadahi dan memfasilitasi kebutuhan berkreasi anak.Keberadaan Sanggar Seni Dolanan Anak saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan dolanan anak tradisional.Anak-anak membutuhkan arena untuk bermain, bersosialisasi, berkreatifitas, dan mengembangkan kemampuan motorik mereka. Seharusnya Ada beberapa sanggar seni dolanan anak di kota – Kota Kecil yang konsen terhadap pelestarian dan pengembangan seni dolanan anak sebagai wadah kreatifitas anak agar nilai sosial masyarakat mereka tidaklah berkurang.
- Menurunnya Respon Masyarakat terhadap Dolanan Anak
Derasnya arus globalisasi yang merambah setiap segi kehidupan, merambah pula dunia anak-anak. Munculnya model-model permainan baru terutama dalam bentuk barang dan online yang diproduksi secara besar-besaran mempengaruhi cara pandang anak-anak sebagai penikmat langsung dari produk permainan ini, sehingga respon terhadap dolanan anak pun menjadi berkurang. Kurangnya respon ini terutama dipengaruhi anggapan bahwa dolanan anak yang bersifat tradisional kurang memberi daya tarik dan tantangan dibandingkan dengan permainan modern (misalnya :game online, play station, dan benda-benda mainan buatan pabrik).
Faktor lain yang memberi pengaruh kurangnya respon terhadap dolanan anak adalah berkurangnya media untuk memainkan dolanan anak, diantaranya adalah semakin berkurangnya lahan kosong seperti lapangan, kebun dan tanah kosong yang seringkali beralih fungsi menjadi perumahan dan bangunan-bangunan lainnya, sehingga anak-anak pun semakin sulit untuk mendapat sarana bermain. Situasi demikian seringkali justru juga dipengaruhi oleh sikap orang tua yang mulai terpengaruh dengan budaya konsumtif sebagai konsekuensi dari munculnya berbagai iklan dan promosi yang giat dilakukan oleh para produsen mainan modern. Sebagian dari orang tua menganggap dolanan anak ketinggalan jaman dan menginginkan model permainan baru bagi anak-anaknya agar dapat mengikuti gaya hidup modern.
Persaingan dalam hal kepemilikan dan kemampuan untuk mendapatkan permainan modern (baik barang maupun online) dengan demikian menjadi trend tersendiri dari kalangan orang tua. Keadaan saling mempengaruhi antara cara pandang orang tua yang satu dengan yang lain ini niscaya berpengaruh pula terhadap cara pandang anak-anaknya terhadap dolanan anak. Budaya konsumtif dengan demikian menjadi masalah utama dalam pengembangan dolanan anak di tengah masyarakat saat ini.Persaingan kepemilikan model mainan baru dan kemampuan untuk memainkannya menjadi salah satu trend tersendiri bagi masyarakat. Maka usaha untuk meningkatkan respon terhadap dolanan anak harus didasari oleh usaha merubah cara pandang orang tua yang kemudian akan berpengaruh terhadap cara pandang anak-anaknya untuk tidak terpengaruh dengan budaya konsumtif sebagai dampak negatif dari arus globalisasi.
- Model Pengembangan Dolanan Anak sebagai Kontruksi Sosial
Dolanan anak tradisional yang hampir punah diperlukan upaya revitalisasi untuk melestarikan berbagai dolanan anak tersebut , seperti pengenalan ulang berbagai jenis dolanan di sekolah melalui media yang menarik, seperti dalam bentuk compact disc atau modul.Selain dengan cara itu festival atau lomba dolanan juga perlu diadakan untuk melestarikan dolanan tradisional. Selain untuk melestarikan budaya dolanan tradisional festival atau lomba dolanan tradisional juga bisa sebagai sektor pariwisata.
Hilangnya dolanan anak tradisional akan membawa berbagai dampak, terutama terhadap unsur budaya lokal yang sudah ada terlebih dahulu. Karakter masyarakat Indonesia yang sangat terkenal akan keramahannya, mulai bergeser dengan adanya konflik, kekerasan, dan hilangnya rasa solidaritas. Tentunya hal tersebut sangat tidak kita harapkan, masyarakat Indonesia yang ramah tamah dengan solidaritas sosial yang tinggi akan sangat kita idam-idamkan untuk mempertahankan identitas bangsa dan memperkuat diri dalam menghadapi pusaran arus globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Borley,Lester.1992.“Principles For Revitalizing the Cultural Heritage” dalamUniversal Tourism Enriching or Degrading Culture?.Yogyakarta: Proccedings On The International Conference On Cultural Tourism Gadjah Mada University
Danandjaya, James. 1987. Folklore Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Handayani,Titi.2003.Upaya menghidupkan kembali dolanan anak-anak sebagai media pelestarian budaya. Yogyakarta: Sarasehan Menggali Nilai-Nilai Kebangkitan nasional
Hastanto,Sri.2002.“Peran Serta Masyarakat Dalam Indiginasi Budaya Indonesia” dalam Mistisisme Seni dalam Masyarakat Disampaikan dalam Serial Seminar Internasional Seni Pertiunjukan Indonesia Seri II 2002-2004 20 dan 21 Desember 2002 di Gedung Teater Kecil Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)Surakarta. Surakarta:STSI.
Larasati, R Diyah. 1997. “Kecak Rina, Sadono, W Kusuma dan ARMA (Kerja Kreatif Seniman Tradisional dan Modern)”. Jurnal Seni Pertunjukkan Indonesia Tahun VIII. Bandung: MSPI.
Prawiroatmojo,Bausastra Jawa – Indonesia,Jakarta,1988.
1 Handayani,Titi.2003.Upaya menghidupkan kembali dolanan anak-anak sebagai media pelestarian budaya. (Yogyakarta: Sarasehan Menggali Nilai-Nilai Kebangkitan nasional),h.67
2 Larasati, R Diyah. 1997. “Kecak Rina, Sadono, W Kusuma dan ARMA (Kerja Kreatif Seniman Tradisional dan Modern)”. Jurnal Seni Pertunjukkan Indonesia Tahun VIII. Bandung: MSPI.
5 Hastanto,Sri.2002.“Peran Serta Masyarakat Dalam Indiginasi Budaya Indonesia” dalam Mistisisme Seni dalam Masyarakat Disampaikan dalam Serial Seminar Internasional Seni Pertiunjukan Indonesia Seri II 2002-2004 20 dan 21 Desember 2002 di Gedung Teater Kecil Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)Surakarta. Surakarta:STSI.